Kali ini Saya akan memposting beberapa Kamera Mirrorless untuk agan - agan yang masih pemula dalam menggunakan kamera, Mari kita simak ulasan berikut ini
Hasil fotonya mirip seperti kakak-kakak DSLRnya
(700d, 70d). Namun, pengoperasiannya bisa dibilang lambat. Entah dari
kamera atau lensanya yang memang lambat.
Apalagi kalau indoor, lebih sering tidak fokusnya
daripada waktu fokus.
Tapi kalau kamu terbiasa dengan DSLR canon, kamu nggak
akan bisa membedakan hasilnya. Buat video pun bagus (asal kamu jago untuk
manual fokus, hehe)
Kamera ini punya resolusi 18 Megapixel dengan sensor
yang nampaknya tidak jauh berbeda dengan kamera 18 Megapixel canon yang pertama
kali keluar (EOS 550d, tahun 2010, gile lu ndro).
Untuk videonya canon EOS M10 hanya bisa maksimal full
HD 1080 pada 24p, 25p, dan 30p.
LCD nya bisa berputar 180 derajat ke depan untuk
selfie.
Hingga saat ini, Canon (dan Nikon) sebagai pemain
besar di DSLR sepertinya tidak ingin mengkanibalkan penjualan DSLR-nya sehingga
mereka membuat mirrorless ini seperti tidak niat. Bayangkan, canon EOS M
pertama diluncurkan tahun 2012, namun sampai saat ini hanya berapa lensa yang
ia luncurkan?
Ambil kamera ini jika kamu fans berat canon dan tidak
berminat beralih ke lain hati.
Sejujurnya saya tak terlalu merekomendasikan
mirrorless canon untuk saat ini.
Karakteristik Olympus dari tipe high end ke low end
hasil fotonya adalah sama saja. Yang membedakan hanya beberapa fitur dan yang
jelas build qualitynya. Secara pengoperasian, autofocus misalnya, kamu tidak
akan menemukan perbedaan yang signifikan antara E-M1 (versi flagship seharga 16
jt ++) dan E-Pl7 ini.
Karena sensornya lebih kecil, otomatis lensanya jadi
lebih imut. Noisenya lebih banyak? Iya, memang. Tapi tidak banyak-banyak amat
kok.
Olympus dan Panasonic punya satu standard yang bernama
micro 4/3. Jadi, mereka punya mounting lensa yang sama. Lensanya pun beragam.
Jumlahnya sudah hampir mencapai 100 buah lensa yang bisa kamu pilih, termasuk
dari third party seperti merk samyang, sigma, dll.
Dengan sensor 16 MP yang cukup besar, body nya terasa
sangat ringan. LCD nya yang flip ke depan untuk selfie berputar lewat bawah,
membuat repot jika digunakan berbarengan dengan tripod.
Sebagai catatan, ukuran aspect ratio dari kamera
Olympus dan Panasonic adalah 4:3. Jika kamu ingin menggunakan 3:2 seperti DSLR
pada umumnya, otomatis bagian atas dan bawah lensa akan dipotong.
Saya (pernah) punya olympus E-M5 dan E-M10 dan sangat
puas dengan hasilnya. Hasil warnanya sangat colorful, mirip nikon.
Fitur utama Olympus yang paling saya suka adalah
stabilizer di sensornya. Jadi, lensa apapun yang kamu masukan (even pakai
adaptor) akan menjadi stabil. Bisa pakai slowspeed sampai 1 detik tanpa tripod!
Kamera ini sangat saya rekomendasikan. Coba lihat
hasil fotografi jalanan kawan saya kang Sambara yang
pengguna EPL-7.
Sebagai catatan saja : Dari 7 buah kamera + lensa
Olympus saya, 4 diantaranya pernah masuk service. Dan pengalaman saya service
dengan Olympus di Indonesia agak kurang memuaskan. Selalu saja kehabisan spare
part dan memakan waktu hingga 2 bulan lebih. Olympus perlu perhatikan quality
control-nya dan tentu saja after sales-nya. Dan sepertinya entah mengapa harga
olympus di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan harga di luar negeri
saat dikonversi ke rupiah.

Olympus E-PL7
3. Panasonic GF8
Sebagai catatan saja : Dari 7 buah kamera + lensa
Olympus saya, 4 diantaranya pernah masuk service. Dan pengalaman saya service
dengan Olympus di Indonesia agak kurang memuaskan. Selalu saja kehabisan spare
part dan memakan waktu hingga 2 bulan lebih. Olympus perlu perhatikan quality
control-nya dan tentu saja after sales-nya. Dan sepertinya entah mengapa harga
olympus di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan harga di luar negeri
saat dikonversi ke rupiah.
| Olympus E-PL7 |
Saya belum pernah coba kamera ini, tapi pernah
mencoba GF7. Tak jauh berbeda dengan E-PL7, kamera ini masih
beauty-selfie-centric namun Panasonic terkenal dengan kualitas videonya yang
cukup baik.
Kalau untuk foto, saya pilih olympus. Tapi kalau
video, tentu panasonic. Tapi, panasonic punya kerjasama dengan Leica yang
menjadikan beberapa lensanya sangat ‘leica’ alias mahal. Tapi sangat worthed
dengan kualitaasnya kok. Sebut saja panasonic nocticron 42.5 f/1.2 yang
bokehnya luar biasa untuk sensor sekecil panasonic.
Panasonic nampaknya kurang gencar marketingnya di
Indonesia jadi tak terlalu terdengar.

Panasonic GF8
Saya juga pengguna Fujifilm, tapi saya kurang suka
dengan jajaran kamera low end mereka ini. Berbeda dengan Olympus yang tidak
mengurangi ‘tenaga’ pada kamera kelas bawahnya, Fuji nampaknya memangkan
prosesor dan RAM kamera ini sehingga terasa agak nge-lag saat digunakan.
Untuk warna, saya akui sangat baik. Apalagi buat kamu
pecinta JPEG, fotonya langsung terasa cakep dan minta langsung di print atau
diupload ke Instagram! Coba dilihat hasil foto saya saat memotret sebuah wedding.
Build qualitynya sangat plasticky sekali dan terkesan
murahan.
Namun saya sangat suka lensa fuji. Mereka punya line
up lensa prime yang sangat baik. Sebut saja 16 1.4, 23 1.4, 35 f/2, 56 1.2 dan
lain-lainnya. Bahkan, alasan saya membeli fuji hanya karena saya jatuh cinta
pada lensa 16 1.4-nya. Lensa ini sangat tajam, setajam silet, hingga
merobek-robek dompet saya. Tapi, ya, sudah terlanjur cinta, mau bagaimana? :’)
Saran saya kalau ingin ambil fuji, coba step up ke
X-T10, dijamin bakal lebih asik.
Oh iya, untuk sementara ini, lupakan saja kalau fuji
punya fitur video recording. Kecuali untuk Fuji X-T2 yang akan launching
sebentar lagi.

Fujifilm X-A2
Kabarnya sih, samsung sudah mulai meninggalkan bisnis
kamera mirrorless. Jadi sebaiknya dihindari.
Tapi, samsung punya line up kamera yang sangat baik,
seperti NX1 yang punya fitur jauh lebih canggih daripada rival-rivalnya. NX3000
juga cukup bagus kok.

Samsung NX3000
6. Sony A5100
Kalau menurut saya sih, kamera ini paling all rounded
dari semua pilihan low end.
Sensornya bagus, 24 megapixel, ada touchscreen, LCD
bisa kedepan, video bisa 1080p 60/50/24 fps, ada wifi dan NFC.
Untuk performanya, walaupun masih dibawah kecepatan
Olympus dan Panasonic, A5100 masih cukup baik. Karena ada phase detection, AF
continous sony paling bisa digunakan dari mirrorless lain.
Lensanya-pun lumayan lengkap, walaupun yang versi
Sony-Zeiss harganya selangit.
Saya suka semua aspek dari kamera ini kecuali : hasil
warna fotonya! Ini selera saja sih, tapi entah mengapa saya kurang sreg dengan
warna sony yang terlalu ‘digital’

Sony A5100
Hasil foto lebih berpengaruh dari lensa daripada
kamera. Jadi saran saya sih, kalau kamu punya budget mepet, lebih baik beli
kamera yang murah saja tapi lensa yang agak bagus.
Apapun kameranya, yang penting man behind the gun ya?
Hehe. Kalau ingin yang lebih murah, kamu bisa beli tipe sebelumnya, bahkan
yang second hand. Waktu
saya main ke sebuah toko kamera, ada stok sony A5000 (generasi sebelum A5100)
dengan harga hanya 5 juta rupiah termasuk lensa. Atau bisa juga beli bekas,
karena banyak orang yang ingin upgrade ke model baru dengan menjual kamera
lamanya terlebih dahulu
sumber : http://wiranurmansyah.com/rekomendasi-kamera-mirrorless-paling-murah-untuk-pemula
![]() |
| Panasonic GF8 |
![]() |
| Fujifilm X-A2 |
![]() |
| Samsung NX3000 |
![]() |
| Sony A5100 |
Hasil foto lebih berpengaruh dari lensa daripada kamera. Jadi saran saya sih, kalau kamu punya budget mepet, lebih baik beli kamera yang murah saja tapi lensa yang agak bagus.
sumber : http://wiranurmansyah.com/rekomendasi-kamera-mirrorless-paling-murah-untuk-pemula
No comments:
Post a Comment